1. Segera membuang hajat.
Apabila seseorang merasa akan buang air maka hendaknya bersegera melakukannya,
karena hal tersebut berguna bagi agamanya dan bagi kesehatan jasmani.
2. Menjauh dari pandangan manusia di saat buang air (hajat). berdasarkan
hadits yang bersumber dari al-Mughirah bin Syu`bah Radiyallaahu 'anhu
disebutkan “Bahwasanya Nabi Shallallaahu 'alaihi wa sallam apabila pergi untuk
buang air (hajat) maka beliau menjauh”. (Diriwayat-kan oleh empat Imam dan
dinilai shahih oleh Al-Albani).
3. Menghindari tiga tempat terlarang, yaitu aliran air, jalan-jalan
manusia dan tempat berteduh mereka. Sebab ada hadits dari Mu`adz bin Jabal
Radhiallaahu 'anhu yang menyatakan demikian.
4. Tidak mengangkat pakaian sehingga sudah dekat ke tanah, yang demikian
itu supaya aurat tidak kelihatan. Di dalam hadits yang bersumber dari Anas
Radhiallaahu 'anhu ia menuturkan: “Biasanya apabila Nabi Shallallaahu 'alaihi
wa sallam hendak membuang hajatnya tidak mengangkat (meninggikan) kainnya
sehingga sudah dekat ke tanah. (HR. Abu Daud dan At-Turmudzi, dinilai shahih
oleh Albani).
5. Tidak membawa sesuatu yang mengandung penyebutan Allah kecuali karena
terpaksa. Karena tempat buang air (WC dan yang serupa) merupakan tempat kotoran
dan hal-hal yang najis, dan di situ setan berkumpul dan demi untuk memelihara
nama Allah dari penghinaan dan tindakan meremehkannya.
6. Dilarang menghadap atau membelakangi kiblat, berdasar-kan hadits
yang bersumber dari Abi Ayyub Al-Anshari Shallallaahu 'alaihi wa sallam
menyebutkan bahwasanya Nabi Shallallaahu 'alaihi wa sallam telah bersabda: “Apabila
kamu telah tiba di tempat buang air, maka janganlah kamu menghadap kiblat dan
jangan pula membelakanginya, apakah itu untuk buang air kecil ataupun air
besar. Akan tetapi menghadaplah ke arah timur atau ke arah barat”. (Muttafaq’alaih).
Ketentuan di atas berlaku apabila di ruang terbuka saja. Adapun jika di dalam
ruang (WC) atau adanya pelindung / penghalang yang membatasi antara si pembuang
hajat dengan kiblat, maka boleh menghadap ke arah kiblat.
7. Dilarang kencing di air yang tergenang (tidak mengalir), karena hadits
yang bersumber dari Abu Hurairah Radhiallaahu 'anhu bahwasanya Rasulullah
Shallallaahu 'alaihi wa sallam bersabda: “Jangan sekali-kali seorang diantara
kamu buang air kecil di air yang menggenang yang tidak mengalir kemudian ia
mandi di situ”. (Muttafaq’alaih).
8. Makruh mencuci kotoran dengan tangan kanan, karena hadits yang bersumber
dari Abi Qatadah Radhiallaahu 'anhu menyebutkan bahwasanya Nabi Shallallaahu
'alaihi wa sallam bersabda: “Jangan sekali-kali seorang diantara kamu memegang
dzakar (kemaluan)nya dengan tangan kanannya di saat ia kencing, dan jangan pula
bersuci dari buang air dengan tangan kanannya.” (Muttafaq’alaih).
9. Dianjurkan kencing dalam keadaan duduk, tetapi boleh jika sambil
berdiri. Pada dasarnya buang air kecil itu di lakukan sambil duduk, berdasarkan
hadits `Aisyah Radhiallaahu 'anha yang berkata: Siapa yang telah memberitakan
kepada kamu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa sallam kencing sambil
berdiri, maka jangan kamu percaya, sebab Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa
sallam tidak pernah kencing kecuali sambil duduk. (HR. An-Nasa`i dan dinilai
shahih oleh Al- Albani). Sekalipun demikian seseorang dibolehkan kencing sambil
berdiri dengan syarat badan dan pakaiannya aman dari percikan air kencingnya
dan aman dari pandangan orang lain kepadanya. Hal itu karena ada hadits yang
bersumber dari Hudzaifah, ia berkata: “Aku pernah bersama Nabi Shallallaahu
'alaihi wa sallam (di suatu perjalanan) dan ketika sampai di tempat pembuangan
sampah suatu kaum beliau buang air kecil sambil berdiri, maka akupun menjauh daripadanya.
Maka beliau bersabda: “Mendekatlah kemari”. Maka aku mendekati beliau hingga
aku berdiri di sisi kedua mata kakinya. Lalu beliau berwudhu dan mengusap kedua
khuf-nya.” (Muttafaq alaih).
10. Makruh berbicara di saat buang hajat kecuali darurat. Berdasarkan
hadits yang bersumber dari Ibnu Umar Shallallaahu 'alaihi wa sallam diriwayatkan:
“Bahwa sesungguhnya ada seorang lelaki lewat, sedangkan Rasulullah saw. sedang
buang air kecil. Lalu orang itu memberi salam (kepada Nabi), namun beliau tidak
menjawabnya. (HR. Muslim).
11. Makruh bersuci (istijmar) dengan mengunakan tulang dan kotoran hewan,
dan disunnatkan bersuci dengan jumlah ganjil. Di dalam hadits yang bersumber
dari Salman Al-Farisi Radhiallaahu 'anhu disebutkan bahwasanya ia berkata: “Kami
dilarang oleh Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa sallam beristinja (bersuci)
dengan menggunakan kurang dari tiga biji batu, atau beristinja dengan
menggunakan kotoran hewan atau tulang. (HR. Muslim). Dan Nabi Shallallaahu
'alaihi wa sallam juga bersabda: “Barangsiapa yang bersuci menggunakan batu
(istijmar), maka hendaklah diganjilkan.”
12. Disunnatkan masuk ke WC dengan mendahulukan kaki kiri dan keluar
dengan kaki kanan berbarengan dengan dzikirnya masingmasing. Dari Anas bin
Malik Radhiallaahu 'anhu diriwayatkan bahwa ia berkata: “Adalah Rasulullah
Shallallaahu 'alaihi wa sallam apabila masuk ke WC mengucapkan : “Allaahumma inni a’udzubika minal khubusi wal
khabaaits" .“Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari pada syetan jantan
dan setan betina”. Dan apabila keluar, mendahulukan kaki kanan sambil
mengucapkan : Gufraanaka (ampunan-Mu ya Allah).
13. Mencuci kedua tangan sesudah menunaikan hajat. Di dalam hadis yang
bersumber dari Abu Hurairah ra. diriwayatkan bahwasanya “Nabi Shallallaahu
'alaihi wa sallam menunaikan hajatnya (buang air) kemudian bersuci dari air
yang berada pada sebejana kecil, lalu menggosokkan tangannya ke tanah. (HR. Abu
Daud dan Ibnu Majah).
Oleh Syaikh Abdul Aziz Bin Baz Rahimahulloh
Tidak ada komentar:
Posting Komentar