Perjalanan pasang surut kehidupan
masing-masing suami dan istri dalam keluarga muslim adalah suatu keniscayaan.
Dimulai dari perkenalan dalam bingkai syari’at dan harapan akan lurusnya niat
menyempurnakan separuh agama, yang berlanjut pada janji hidup bersama dalam
ikatan yang kokoh, mengarungi bahtera kehidupan untuk mencapai pantai keridhaan
Allah Ta’ala dan surga-Nya…
Menempuh hari-hari bersama.
Bergandeng tangan. Saling mengingatkan ketika kelemahan melanda. Ketika godaan
dunia melenakan. Ketika kepayahan mendera…,
” Duhai kekasihku, dunia ini
adalah kefanaan. Ia hanyalah tempat bernaung sementara. Tujuan kita adalah
akhirat yang abadi. Disana, di surga Allah Ta’ala, tidak ada lagi keletihan dan
kesedihan, yang ada adalah kebahagiaan tiada berujung.. Bersabarlah sedikit
sayang, dunia memang penuh fitnah dan kesulitan, namun disinilah kita sekarang
untuk beramal, dan esok untuk berhisab… Maka mari kemari, kita bangkit menuju
cita-cita kita bersama, ampunan Allah Ta’ala dan keridhaanNya…”
Kembali bercahaya sepasang mata
yang melayu sorotnya. Kembali segar hati yang meranggas karena pergumulan
dunia. Kembali tersadar jiwa yang lalai akan hakikat penciptaannya. Dan semakin
bersemi benih-benih cinta kasih yang Allah Ta’ala jadikan melalui
pernikahan..terawat oleh siraman ketaatan kepadaNya semata.
Semua itu takkan tergantikan
wahai para Istri. Qanaahmu ketika ksatria pujaan hati pulang membawa rizki yang
Allah takdirkan untuk kalian hari itu, atau mungkin bahkan pulangnya tanpa
membawa apa-apa, adalah prasasti yang terukir indah dalam hatinya. Keridhaanmu
akan waktu, tenaga, dan hartanya yang ia gunakan di jalan Allah Ta’ala, meski
terkadang membuatmu harus mengalah dan hidup ‘ala kadarnya’, adalah permata
berkilau yang tersimpan dalam relung jiwanya. Ketaatanmu kepada Allah Ta’ala,
kemudian kepadanya, bersegeramu dalam memenuhi perintah dan kebutuhannya dalam
kebaikan, senyum manis dan canda tawamu yang senantiasa tersuguh saat orang
lain menolaknya, kesabaranmu menjalani suka duka hidup bersamanya, ketabahanmu
melazimi takdir saat sehat maupun sakit, ajakan dan hasunganmu kepada
penghambaan kepada Allah Ta’ala dalam segala bentuknya, dengan sentuhan khas
kelembutanmu, segalanya bagai cetakan paten diatas pita-pita kaset memori yang
tak akan hancur kecuali jika pemilik memori tersebut telah lebih dahulu
menghadap Penciptanya, Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Semua itu takkan tergantikan.
Kalaupun kekasihmu memilih menjalankan sunnah poligami yang mulia, pesona
pribadimu takkan lekang olehnya. Bahkan jika engkau ditakdirkan wafat terlebih
dahulu, kenangan itu akan semakin mengakar kuat dalam dadanya. Mengkristal
menjadi bulir-bulir cinta yang terpendam, dan tak akan sirna kecuali atas izin
Rabbnya.
Inilah Khadijah -semoga Allah
Ta’ala meridhai beliau- kekasih pertama dan ibu dari anak-anak manusia terbaik
di alam semesta, Rasulullaah Muhammad Shallallaahu’alayhi wa Sallam. Wanita
sekaligus manusia pertama yang beriman kepada Rasulullaah Shallallaahu’alayhi
wa Sallam tatkala manusia menolak dan mendustakannya. Perisai ketenangan beliau
saat ketakutan dan keraguan berkecamuk dalam dada beliau. Pendukung utama dan
setia dakwah beliau hingga malaikat maut mencabut ruhnya yang mulia. Istri
tercinta…tiada duanya…. Dan semuanya terangkai dalam pembelaan beliau
Shallallaahu’alayhi wa Sallam atas Khadijah, tatkala kekasih beliau sepeninggal
Khadijah, ‘Aisyah -semoga Allah Ta’ala meridhai beliau, mencela Khadijah..:
Aisyah radhiallahu ‘anhaa
bertutur:
كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا ذَكَرَ
خَدِيجَةَ أَثْنَى عَلَيْهَا فَأَحْسَنَ الثَّنَاءَ قَالَتْ فَغِرْتُ يَوْمًا
فَقُلْتُ مَا أَكْثَرَ مَا تَذْكُرُهَا حَمْرَاءَ الشِّدْقِ قَدْ أَبْدَلَكَ
اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ بِهَا خَيْرًا مِنْهَا قَالَ مَا أَبْدَلَنِي اللَّهُ عَزَّ
وَجَلَّ خَيْرًا مِنْهَا قَدْ آمَنَتْ بِي إِذْ كَفَرَ بِي النَّاسُ
وَصَدَّقَتْنِي إِذْ كَذَّبَنِي النَّاسُ وَوَاسَتْنِي بِمَالِهَا إِذْ حَرَمَنِي
النَّاسُ وَرَزَقَنِي اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ وَلَدَهَا إِذْ حَرَمَنِي أَوْلَادَ
النِّسَاءِ
“Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam jika menyebut tentang Khadijah maka iapun memujinya, dengan pujian yang
sangat indah. Maka pada suatu hari akupun cemburu, maka aku berkata, “Terlalu
sering engkau menyebut-nyebutnya, ia seorang wanita yang sudah tua. Allah telah
menggantikannya buatmu dengan wanita yang lebih baik darinya”. Maka Nabi
berkata, “Allah tidak menggantikannya dengan seorang wanitapun yang lebih baik
darinya. Ia telah beriman kepadaku tatkala orang-orang kafir kepadaku, ia telah
membenarkan aku tatkala orang-orang mendustakan aku, ia telah membantuku dengan
hartanya tatkala orang-orang menahan hartanya tidak membantuku, dan Allah telah
menganugerahkan darinya anak-anak tatkala Allah tidak menganugerahkan kepadaku
anak-anak dari wanita-wanita yang lain” (HR Ahmad no 24864 dan dishahihkan oleh
para pentahqiq Musnad Ahmad)
Bagaimanakah ini, pembelaan
kepada istri yang telah lama wafat, di hadapan istri yang lebih muda, cantik
dan segar, dan tengah dilanda cemburu? Dari manakah datangnya…jika bukan dari
rasa cinta dan kesetiaan yang mendalam?
Bahkan Rasulullah pernah dengan
bangganya berkata kepada Aisyah yang cemburu kepada Khadijah,
إِنِّي قَدْ رُزِقْتُ حُبَّهَا
“Sungguh Allah telah
menganugrahkan kepadaku rasa cinta kepada Khadijah” (HR Muslim no 2435)
Dan pita memori akan Khadijah
terputar kembali saat beliau menerima kalung Khadijah yang dikirimkan Zainab
putri beliau untuk menebus suaminya yang tertawan dalam keadaan musyrik di
Madinah, hingga tergetar hati beliau dalam kesedihan.
Aisyah radhiallahu ‘anhaa berkata
:
لَمَّا بَعَثَ أَهْلُ مَكَّةَ فِى فِدَاءِ أَسْرَاهُمْ بَعَثَتْ
زَيْنَبُ فِى فِدَاءِ أَبِى الْعَاصِ بِمَالٍ وَبَعَثَتْ فِيهِ بِقِلاَدَةٍ لَهَا
كَانَتْ عِنْدَ خَدِيجَةَ أَدْخَلَتْهَا بِهَا عَلَى أَبِى الْعَاصِ. قَالَتْ
فَلَمَّا رَآهَا رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- رَقَّ لَهَا رِقَّةً
شَدِيدَةً وَقَالَ « إِنْ رَأَيْتُمْ أَنْ تُطْلِقُوا لَهَا أَسِيرَهَا
وَتَرُدُّوا عَلَيْهَا الَّذِى لَهَا ». فَقَالُوا نَعَمْ. وَكَانَ رَسُولُ
اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- أَخَذَ عَلَيْهِ أَوْ وَعَدَهُ أَنْ يُخَلِّىَ
سَبِيلَ زَيْنَبَ إِلَيْهِ وَبَعَثَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- زَيْدَ
بْنَ حَارِثَةَ وَرَجُلاً مِنَ الأَنْصَارِ فَقَالَ « كُونَا بِبَطْنِ يَأْجِجَ
حَتَّى تَمُرَّ بِكُمَا زَيْنَبُ فَتَصْحَبَاهَا حَتَّى تَأْتِيَا بِهَا ».
“Tatkala penduduk Mekah mengirim
harta untuk menebus para tawanan mereka, maka Zainabpun mengirim sejumlah harta
untuk menebus suaminya Abul ‘Aash, dan Zainab mengirim bersama harta tersebut
sebuah kalung yang dahulunya milik Khadijah, lalu Khadijah memberikan kalung
tersebut kepada Zainab tatkala Zainab menikah dengan Abul ‘Aash.
Maka tatkala kalung tersebut
dilihat oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam maka Rasulullahpun sangat
sedih kepada Zainab. Beliaupun berkata (kepada para sahabatnya), “Jika menurut
kalian bisa untuk membebaskan tawanan Zainab dan kalian kembalikan lagi
kalungnya ??”. Maka para sahabat berkata, “Iya Rasulullah”. Akan tetapi
Rasulullah shallallahu ‘alaih wa sallam mengambil janji dari Abul ‘Aaash agar
membiarkan Zainab ke Madinah. Lalu Rasulullah mengirim Zaid bin Haaritsah dan
seseorang dari Anshoor (untuk menjemput Zainab), dan beliau berkata kepada
mereka berdua, “Hendaknya kalian berdua menunggu di lembah Ya’jij hingga Zainab
melewati kalian berdua, lalu kalian berdua menemaninya hingga kalian membawanya
di Madinah” (HR Abu Dawud no 2694 dan dihasankan oleh Syaikh Al-Albani)
Tatkala Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melihat kalung tersebut maka Nabipun
sangat sedih karena mengingat kondisi putrinya Zainab yang bersendirian di
Mekah, dan juga sangat sedih karena mengingat kembali cinta pertamanya Khadijah
radhiallahu ‘anhaa dan bagaimana kesetiaan istrinya Khadijah, karena kalung tersebut
dahulunya adalah milik Khadijah dan dipakai oleh Khadijah di lehernya
radhiallahu ‘anhaa’ (Lihat ‘Auunul Ma’buud 7/254). Kalung tersebut mengingatkan
beliau kepada Khadijah yang sangat dicintainya yang merupakan ibu dari
anak-anaknya. (Lihat Al-Fath Ar-Robbaaniy 14/100-101). Hal inilah yang
menjadikan Nabi membebaskan Abul ‘Aash suami putrinya Zainab dan sekaligus
keponakan Istrinya Khodijah tanpa tebusan sama sekali.
Demikianlah wahai para istri
muslimah, para wanita shalihah perindu surga, belahan jiwa sekaligus penolong
para suami-suami yang shalih menuju keridhaan Allah Ta’ala.. Segala jerih
payahmu dalam rumah tangga, yang engkau niatkan untuk meraih janji pahala Allah
Ta’ala, kemudian untuk membina mahligai indah milik kalian, tidak akan Allah Ta’ala
sia-siakan sedikitpun. Tidak akan hilang begitu saja, terlebih dalam hati
suami-suami kalian. Kini, maupun kelak setelah engkau tiada.
Sungguh, engkau takkan
tergantikan….
www.ummiummi.com
www.ummiummi.com
****
Rujukan: “Sebuah kalung yang mengingatkan Nabi Shallallaahu’alayhi wa Sallam akan cinta pertamanya” Artikel www.firanda.com
Rujukan: “Sebuah kalung yang mengingatkan Nabi Shallallaahu’alayhi wa Sallam akan cinta pertamanya” Artikel www.firanda.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar